Sabtu, 05 Maret 2011

makalah konseling keluarga

KONSELING KELUARGA








OLEH :

KELOMPOK III







STIKES MEGA REZKY

MAKASSAR

2010



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat, rahmat, dan karuniaNYAlah sehingga makalah yang berjudul Konseling Keluarga ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelelesaikan makalah ini.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik dari semua pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini maupun makalah-makalah selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca atau pengguna, khususnya bagi diri pribadi penuis, Amin.


Makassar, Januari 2011


Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

LAMPIRAN......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1

B. Rumusan masalah...................................................................................... 2

C. Tujuan penulisan........................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

A. Defenisi konseling..................................................................................... 3

B. Pengertian konseling keluarga................................................................... 6

C. Kendala Dalam Konseling Keluarga......................................................... 9

D. Pendekatan konseling keluarga ................................................................ 9

E. Peran konselor .......................................................................................... 11

F. Peran Konselor.......................................................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................. 14

A. Kesimpulan................................................................................................ 14

B. Saran ......................................................................................................... 15

Daftar Pustaka




LAMPIRAN

NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK II

1. Ely Kurniati

2. Hafida Saleh

3. Irmayanti

4. Paulina

5. Hasniah HS

6. Debora

7. Masrina

8. Fitriadayani

9. Hafsari

10. Rahmatang

11. yusrini











BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman hidup dan perkembangan diri seseorang. Oleh karena itu, kita semua pasti mengalami atau memiliki saat-saat dimana diri kita merasa down (sedih, kecewa, tidak bersemangat, stres, depresi dll) ataupun malah sebaliknya merasa takut, cemas, terlalu bersemangat dll.

Banyak kejadian-kejadian dalam hidup ini yang dapat maupun tidak dapat dihindari yang membuat kita merasakan hal-hal seperti diatas. Ada kalanya pula kita dapat mengatasi masalah atau perasaan tersebut dengan baik namun ada kalanya dimana kita merasa stuck, bingung, cemas tanpa tahu harus mengadu kemana dan berfikir bahwa tidak ada seorang pun yang dapat membantu.

Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup. Konseling membantu kita untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi dari setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri.

Oleh karena banyaknya masalah dalam kehidupan bermasyarakat maka sebagai bidan, kita perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan konseling, khususnya konseling keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi konseling ?

2. Apa defenisi konseling keluarga ?

3. Apa sajakah kendala dalam melakukan konseling keluarga ?

4. Bagaimana cara melakukan pendekaan konseling keluarga ?

5. Bagaimana tahapan konselor keluarga ?

6. Apa sajakah peran konselor ?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami defenisi konseling

2. Memahami defenisi konseling keluarga

3. Mengetahui kendala dalam melakukan konseling keluarga

4. Memahami cara melakukan pendekaan konseling keluarga

5. Mengetahui tahapan konselor keluarga

6. mengetahui peran konselor







BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Konseling

Konseling adalah suatu rangkaian proses terapi percakapan yang bersifat dinamis, kondusif, dan terarah yang melibatkan Konselor Profesional dengan Kliennya.

Konselor Profesional akan berperan sebagai katalis dan melakukan penggalian secara mendalam akan permasalahan yang dihadapi Klien dan menentukan program psikoterapi yang tepat agar dapat menuntun Klien menemukan inti persoalan ataupun konflik yang sedang dihadapi secara jelas.

Melalui serangkaian proses Konseling, secara bertahap Konselor akan menuntun Klien melalui proses membangun kesadaran diri/self-awareness hingga mencapai penemuan diri/self -discovery, yang pada intinya akan menuntun dan mengembangkan kemampuan diri Klien untuk keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi.

Konseling akan permasalahan yang dihadapi oleh Klien mencakup ruang lingkup yang sangat luas, mulai dari masalah konflik dalam keluarga (antara suami - istri, orangtua - anak, orangtua - menantu), konflik di tempat kerja, masalah diri (anger management, distorsi emosi, rendah diri, rasa takut, trauma masa lalu, pahit hati, overweight, eating disorder) hingga ke masalah kenakalan remaja, sexual abuse, perjodohan dan segala masalah lain yang terkait dengan kehidupan manusia yang sangat kompleks.

Menurut salah satu ahli Cavanagh mendefinisikan konseling sebagai hubungan antara seorang petugas bantuan yang terlatih dengan seseorang yang meminta bantuan, di mana keterampilan petugas bantuan tersebut beserta suasana yang diciptakannya dapat membantu orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain dengan cara yang lebih menghasilkan pertumbuhan. Definisi ini mengandung tujuh unsure kunci. Jika salah satu dari ketujuh unsure tersebut tidak ada, maka konseling tidak dapat berlangsung betapa pun baiknya niat orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ketujuh unsure tersebut adalah sebagai berikut:

1) Petugas bantuan itu merupakan professional yang terlatih. Semakin akademik dan semakin praktis pelatihan yang pernah diikutinya, akan semakin tinggi kemampuanya untuk menangani berbagai macam masalah dengan tingkat keparahan yang bervariasi.

2) Konselor memiliki hubungan dengan orang yang sedang dibantunya. Ini berarti bahwa terdapat sekurang-kurangnya saling pengertian, kepercayaan, penerimaan, dan kerjasama pada tingkat yang memadai. Hubungan professional konseling itu akan tumbuh semakin dalam sejalan dengan bertambahnya waktu yang dipergunakan untuk konseling.

3) Seorang konselor professional perlu memiliki keterampilan konseling dan kepribadian yang menunjang.

4) Seorang konselor membantu orang belajar. Ini berarti bahwa konseling merupakan suatu proses pembelajaran. Melalui proses tersebut orang belajar menghilangkan perilaku maladaptif dan belajar perilaku adaptif sesuai dengan konteksnya. Perilaku maladaptif itu dapat normal ataupun abnormal, tetapi sama-sama dapat mengganggu tercapainya pemenuhan kebutuhan dan pertumbuhan.

5) Orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Ini berarti bahwa konselor membantu orang berhubungan dengan dirinya sendiri secara lebih baik agar dapat menjadi lebih terintegrasi dan dapat menghindari konflik. Belajar berhubungan secara lebih baik dengan orang lain itu penting karena sebagian besar kebutuhan dasar psikologis dapat dipenuhi hanya melalui hubungan interpersonal. Hal ini penting juga karena manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab pribadi untuk tumbuh tetapi juga memiliki tanggung jawab social untuk membantu orang lain tumbuh atau sekurang-kurangnya tidak menghambat pertumbuhan orang lain.

6) Orang belajar berhubungan menuju pertumbuhan yang lebih produktif. Pertumbuhan yang produktif itu mengandung tiga makna. Pertama, ini berarti bahwa orang tumbuh dalam kompetensi intrapersonal dan interpersonal. Kedua, seyogyanya konseling diarahkan untuk membantu pertumbuhan kepribadian dan bukan sekedar menghilangkan gejala-gejala. Ketiga, konseling bukan hanya untuk orang yang mengalami gangguan psikologis, tetapi juga untuk mereka yang normal tetapi mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.

7) Konseling mengandung konotasi hubungan antara seorang konselor dengan seseorang yang meminta bantuan .

B. Pengertian Konseling Keluarga

Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing, seseorang yang memiliki problem) untuk mengatasi problemnya dengan jalan wawancara dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti lebih jelas tentang problemnya sendiri dan memecahkan problemnya sendiri sesuai dengan kemampuannya dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari Konselor. Sedangkan arti dari keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga.

Menurut D. Stanton konseling keluarga dapat dikatakan sebagai konselor terutama konselor non keluarga, yaitu konseling keluarga sebagai sebuah modalitas yaitu klien adalah anggota dari suatu kelompok, yang dalam proses konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan (Capuzzi,1991).

Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system, permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer dan Shostrom,1982). Yang menjadi klien adalah orang yang memiliki masalah pertumbuhan di dalam keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah menetapkan apa kebutuhan dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di dalam sistem keluarganya. Pada masa lalu, menurut Moursund (1990), konseling keluarga terfokus pada salah satu atau dua hal, yaitu :

1) keluarga terfokus pada anak yang mengalami bantuan yang berat seperti gangguan perkembangan dan skizofrenia, yang menunjukan jelas-jelas mengalami gangguan; dan

2) keluarga yang salah satu atau kedua orang tua tidak memiliki kemampuan, menelantarkan anggota keluarganya, salah dalam member kelola anggota keluarga, dan biasanya memiliki sebagian masalah.

Anak di dalam suatu keluarga sering kali mengalami masalah dan berada dalam kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua. Permasalahan anak adakalanya diketahui oleh orang tua dan sering kali tidak diketahui orang tua. Permasalahan yang diketahui orang tua jika fungsi-fungsi psikososial dan pendidikannya terganggu orang tua akan mengantarkan anaknya ke konselor jika mereka memahami bahwa anaknya sedang mengalami gangguan yang berat. Karena itu konseling keluarga lebih banyak memberikan pelayanan terhadap keluarga dengan anak yang mengalami gangguan.

Hal kedua berhubungan dengan keadaan orang tua. Banyak dijumpai orang tua tidak berkemampuan dalam mengelola rumah tangganya, menelantarkan kehidupan rumah tangganya sehingga tidak terjadi kondisi yang berkesinambungan dan penuh konflik, atau memberi perlakuan secara salah (ubuse) pada anggota keluarga lain, dan sebagainya merupakan keluarga yang memiliki berbagai masalah. Jika mengerti dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yanag lebih stabil, mereka membutuhkan konseling.

Perkembangan belakangan konseling keluarga tidak hanya menangani dua hal tersebut. Permasalahan lain yang juga ditangani karena anggota keluarga mengalami kondisi yang kurang harmonis di dalam keluarga akibat stressor perubahan-perubahan budaya, cara-cara baru dalam mengatur keluargannya, dan cara menghadapi dan mendidik anak-anak mereka.

Berdasarkan pengalaman dalam penanganan konseling keluarga, masalah yang dihadapi dan dikonsultasikan kepada konselor antara lain: keluarga dengan anak yang tidak patuh terhadap harapan orangtua, konflik antar anggota keluarga, perpisahan diantara anggota keluarga karena kerja di luar daerah dan anak yang mengalami kesulitan belajar atau sosialisasi. Berbagai permasalahan-permasalahan keluarga tersebut dapat diselesaikan melalui konseling keluarga.



C. Kendala Dalam Konseling Keluarga

Konseling keluarga menjadi efektif untuk mengatasi masalah-masalah tersebut jika semua anggota keluarga bersedia untuk mengubah system keluarganya yang telah ada dengan cara-cara baru untuk membantu mengatasi anggota keluarga yang bermasalah. Sebagaimana di kemukakan di bagian awal, konseling keluarga dalam beberapa hal memiliki keuntungan.

Namun demikian konseling keluarga juga memiliki beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, dan perlu dipertimbangkan oleh konselor jika bermaksud melakukannya. Hambatan yang dimaksud di antarannya:

1) Tidak semua anggota keluarga bersedia terlibat dalam proses konseling karena mereka menganggap tidak berkepentingan dengan usaha ini, atau karena alasan kesibukan, dan sebagainya; dan

2) Ada anggota keluarga yang merasa kasulitan untuk menyampaikan perasaan dan sikapnya secara terbuka dihadapan anggota keluarga lain, padahal konseling membutuhkan keterbukaan ini dan saling percayaan satu sama lain.


D. Pendekatan Konseling Keluarga

Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, berikut akan dideskripsikan secara singkat beberapa pendekatan konseling keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga yang akan diuraikan berikut ini, yaitu Pendekatan Sistem Keluarga, conjoint, dan struktural.

1) Pendekatan Sistem Keluarga

Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya.

2) Pendekatan Conjoint

Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.

3) Pendekatan Struktural

Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga dan pola transaksi yang dibangunn tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.

Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.

Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.

E. Tahapan Konselor Keluarga

Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane (1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral, yang disebutkan terhadap empat tahap secara berturut-turut sebagai berikut:

1) Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.

2) Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya, konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana cara mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal inidikerjakan.

3) Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukan kepada orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menetapkan cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya.

4) Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat memberikan koreksi yang dibutuhkan. Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat memberikan contoh lanjutan di rumah dan observasi orang tua, selanjutnya orang tua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.

F. Peran Konselor

Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan perkawinan dikemukakan oleh Satir (Cottone, 1992) di antaranya sebagai berikut:

1) Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu klien melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya sendiri.

2) Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting peran interaksi.

3) Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.

4) Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung jawab dan malakukan self-control.

5) Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota keluarga.

6) Konselor menolak perbuatan penilaian dan pembantu menjadi congruence dalam respon-respon anggota keluarga.






BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konseling adalah suatu rangkaian proses terapi percakapan yang bersifat dinamis, kondusif, dan terarah yang melibatkan Konselor Profesional dengan Kliennya

Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga.

Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, ada Tiga pendekatan konseling keluarga, yaitu Pendekatan Sistem Keluarga, conjoint, dan structural

Hambatan dalam melakukan konseling keluarga, yaitu : Tidak semua anggota keluarga bersedia terlibat dalam proses konseling dan Ada anggota keluarga yang merasa kasulitan untuk menyampaikan perasaan dan sikapnya secara terbuka dihadapan anggota keluarga lain.


B. Saran

Sebagai bidan yang nantinya akan menjadi konselor dalam masyarakat maka untuk menjadi konselor keluarga yang baik sebaiknya banyak membaca atau memperhatikan masalah-masalah yang ada di sekitar kita untuk dijadikan pengalaman yang edukatif.

Untuk menjadi konselor yang dipercaya oleh masyarakat maka kehidupan keluarga kita yang terlebih dahulu dibenahi agar dapat dijadikan contoh oleh masyarakat.








DAFTAR PUSTAKA

Anonym manfaat dan keuntungan konseling http://bidanshop.blogspot.com /2010/01/mengenal-konseling.html (diakses 25 Januari 2011)


Anonym defenisi konseling http://webkonseling.blogspot.com/2008/11/manfaat-dan-keuntungan-konseling.html (diakses 25 Januari 2011)

Love In Friendster

Love In Friendster
2008 yang lalu saya mulai kenal yang namanya pertemanan melalui jaringan sosial, berawal dari tertarik mendengar cerita2 teman kampus (akademi kebidanan makassar), cerita sepupu2ku (anak hati mulya), bahkan kalau punya kenalan baru ditanyain punya friendster gak?? Rasanya dunia ini lagi demam frienster.
Sayapun mulai belajar membuat friendter dan ternyata betul kata mereka Fs ini membuat orang ketagihan, berhubung waktu itu saya belum punya modem maka warnet jadi tempat nongkrong favoritku, pengen cepat2 pulang kampus truz ke warnet dan kewarnet every time, tidak tanggung2 kadang2 samapai jam 11 malam berkedok cari tugas, hehe.
Semakin lama saya bermain Fs semakin menyenangkan rasanya, apalagi saat bertemu dengan teman2 SD, SMP, SMA bahkan sodara2 yang jauh, kita dapat menjalin tali silaturahim yang sempat terputus, saling tau kabar dan perubahan2 yang terjadi pada mereka, selain itu juga punya banyak teman baru dari berbagai wilayah smapai ke luar negeri.
saya mulai ikut bergabung di grup sekolahku, berteman dengan beberapa senior yang dulunya kami tudak saling kenal dan makin akrab dengan teman-teman yang dulunya biasa2 saja. Ini semua karena Friendster dan Yahoo Masenger dunia jadi sesrasa sempit dan kita dapat berkomunikasi dengan siapapun.
Selama main Fs saya punya banyak kenalan baru sekaligus beberapa diantara mereka yang naksir sama saya (hihi jadi malu), ada yang semapat ketemuan alias copy darat, ada yang sempat telepon2an, smsan, tapi yah hanya sampai segitu saja, setelah ketemu ternyata yang di harapkan tak seindah yang dibayangkan, hehe… jadi kapok ketemuan.
Pada tanggal 24 September 2008, tepatnya setelah isya saya dan sepupu saya (noe dan anti) lagi2 ke warnet untuk cari tugas tapi lamaan FSnya sih. Disitulah saya kenalan sama cowok yang biasa2 saja, tenyata dia seniorku saat SMA yang saya tidak kenal sebelumnya, karena berasal dari satu almamater yang sama tentunya banyak topick pembicaraan yang dapat kami bahas, apalagi semakin lama saya diskusi tentang sekolah ternyata semakin asyik, soalnya dia kenal sama orang2 yang dekat dengan saya saat SMA dulu. Namun nostalgia sekaligus perkenalan itu harus segera berakhir karena sepupuku (Noe) tiba2 datang dengan muka kecutnya, pengen buru2 pulang akibat sakit perut, Menyebalkan. Saya segera mengakhiri percakapan dengan tukar no HP.
Berawal dari malam itu dan beberapa hari kemudian saya ketemuan di salah satu pusat perbelanjaan di Makassar (MTC), itu merupakan pertemuan yang pertama namun memberi banyak kesan hingga kamipun pacaran sampai sekarang.

Dari pengalaman tersebut saya bisa bilang “Jadi kata siapa pacaran lewat dunia maya itu tidak asyik???“